Saturday, May 16, 2015

Menuju Arah Positif

Kalau dalam garis bilangan, ada angka yang membagi bilangan menjadi 2 bagian, negatif di sebelah kiri dan positif di sebelah kanan, angka tersebut adalah angka 0.

Menuju arah positif, kalau dalam garis bilangan menuju ke arah kanan. Ada 3 kemungkinan, pertama yaitu negatif (keburukan) yang berkurang, kedua dari 0 menjadi bernilai positif (kebaikan) dan ketiga adalah positif yang bertambah.


Mengajak orang lain pada kebaikan, menasehati orang lain, itu sama halnya menuju arah positif. Bisa jadi mengurangi keburukan, membuat orang yang sebelumnya belum melakukan amal baik menjadi melakukan amal baik dan kebaikan yang bertambah.

Mengambil contoh mengajak orang mengurangi pembajakan dan penggunaan produk-produk (misal software) bajakan itu artinya menuju arah positif. Dan boleh jadi proses menuju arah positif itu tidak sempurna, masih menyisakan hal-hal yang negatif. Misal kita sukses migrasi dari penggunaan software-software bajakan ke software-software yang legal (misal linux, openoffice, gimp dll), tapi bagaimana dengan mp3, film, ebook dll?

Tiada gading yang tak retak. Jikalau ada seseorang yang menasehati kita kemudian kita balas dengan perkataan semisal, "Ah kamu juga dulu sama aja!", "Munafik lo! Ngomong bersih dari bajakan, tapi mp3, film?" Lantas? Dan Syaithon pun gembira, karena punya amunisi 'telak' untuk menolak nasehat dan ajakan kebaikan.

Jikalau kita hanya mau menerima nasehat dari seseorang yang sempurna, maka tiada nasehat yang pernah masuk. 

Ada kalanya manusia itu sibuk dengan mencari-cari kesalahan orang lain. "Ah kamu juga dulunya hobi memakai software-software bajakan, munafik!" Atau begini, "Ah kamu sama saja dulu suka ketawa-ketiwi sama akhwat, munafik!" "Ah ente belum nikah aja udah sok nasehatin masalah pergaulan ama ane!" Lantas? 

Kesombongan, sangat halus, sebagaimana dikeluarkannya iblis dari surga. Udah nikah menganggap remeh dan merendahkan orang yang belum nikah, itu juga bentuk kesombongan. Apakah yang sudah menikah pantas untuk menolak nasehat dari yang belum menikah? Mungkin tanpa sadar, yaitu dengan mencari-cari kesalahan/kekurangan, "Galau kebelet kawin ya?  Kawin dulu sana! Baru ngurus urusan orang lain!" Apa bedanya dengan peristiwa dikeluarkannya iblis dari surga? Merasa lebih baik karena dari api?

Boleh jadi orang yang sedang menyampaikan nasehat itu sudah bersih dari hal-hal semacam itu. Boleh jadi sudah melangkah menuju arah perbaikan. Boleh jadi dia sudah terbang jauh dalam proses memperbaiki diri sementara kita masih tertinggal dan terpuruk, berkutat pada kesalahan-kesalahan masa lalu orang lain. 

Perlu sampai sebersih apa kita untuk menyampaikan nasehat dan mengajak kebaikan? Kita memerlukan orang yang sebersih apa untuk menerima sebuah nasehat dan ajakan kebaikan? Yang penting adalah senantiasa bergerak menuju arah positif, hari ini harus lebih baik daripada kemarin dan esok harus lebih baik daripada hari ini.

Bahagianya orang-orang yang senantiasa memperbaiki diri. Dan sungguh merana orang-orang yang senantiasa mencari-cari kesalahan orang-orang yang menyampaikan nasehat. Alih-alih memperbaiki diri, tapi malah sibuk dengan mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang lain. ^_^

No comments:

Post a Comment