Saturday, May 16, 2015

Ruang dan Waktu

Assalamu'alaikum warrahmatullah wabarakatuh

Saya teringat ketika pertama kali kuliah yaitu di salah satu universitas negri di kota malang jurusan matematika, program studi matematika. Waktu itu mata kuliah pertama kali (hari senin) di hari pertama kuliah yaitu kalkulus.



Ada sesuatu yang menarik bagiku, sang dosen bertanya kepada para mahasiswa, "Saya memiliki sebuah bola, tidak bolong, permukaannya rapat. Bagaimana caranya saya dapat menyentuh sebuah titik, katakanlah titik pusat bola tanpa merusak / membolongi permukaan bola?" Beberapa mahasiswa berusaha menjawab tapi tidak ada yang berhasil, termasuk seorang teman saya yang paling jago di angkatan saya dan beliau juga pengalaman olimpiade matematika internasional juga tidak dapat menjawabnya. Intinya seluruh mahasiswa di ruang itu tidak dapat menjawab dengan benar. Yah karena dirasa sudah cukup lama, akhirnya sang dosen membeberkan jawabannya. Begini jawabannya, "Minimal kita lakukan dari dimensi yang lebih tinggi." Jawaban yang simpel singkat dan sempat membuat beberapa mahasiswa mengerutkan dahi, apa maksudnya?

Oke, berikut ada sedikit ilustrasi dari penjelasan sang dosen yang cukup menarik untuk dibahas:



Di sini saya memiliki sebuah gambar lingkaran pada ruang dimensi 2, dengan sumbu X dan Y. Lingkaran tersebut berjari-jari 4 satuan (dapat dilihat dari garis halus horizontal dan vertikal yang bermakna 1 satuan). Di gambar tersebut saya memiliki 3 buah titik, A(1, 1), B(-1, 2) dan C(4,4). Untuk berikutnya saya hanya membutuhkan sedikit imajinasi anda. Pertama-tama, bayangkan anda menjadi titik C dan berada di ruang dimensi 2 tersebut. Kemudian di dalam situasi di gambar tersebut, apakah dari sudut pandang titik C anda dapat melihat titik A dan B? Tentu tidak, karena terhalang oleh garis tepi lingkaran. Begitu juga dengan apakah titik C dapat masuk ke dalam lingkarang tanpa merusak/melubangi lingkaran? Tentu tidak bisa masuk karena terhalang oleh 'dinding' garis tepi lingkaran. Oke sampai di sini semoga anda sudah mendapatkan bayangan hasil imajinasi tadi.

Setelah bermain-main dengan imajinasi di ruang dimensi 2 tadi, sekarang kembali ke ruang dimensi 3 yang secara alami kita tempati ini. Oke, saat ini apakah anda dapat melihat dengan jelas posisi titik A, B ataupun C? Pasti iya dan lengkap dengan posisi koordinatnya. Kemudian apakah anda dapat menyentuh titik A dan B tanpa merusak/melubangi 'dinding' garis tepi lingkaran? Pasti iya, sentuhkah saja jari anda ke titik A dan B tersebut, tentu bisa bukan? Sudah menangkap maksud dari cerita ini?

Ini penjelasannya, pertama dari cerita sebelumnya kita mengimajinasikan berada di ruang dimensi 2 yang hanya mengenal sumbu X dan Y. Itulah kenapa dari sudut pandang titik C dan aturan ruang dimensi 2, kita (titik C) tidak dapat melihat titik yang terlindungi oleh lingkaran, begitu juga tidak dapat menembus 'dinding' garis tepi lingkaran. Dan itulah kenapa ketika kita berada di dimensi 3 dapat dengan mudahnya melihat sangat jelas posisi semua titik itu dan dapat menyentuhnya sesuka kita tanpa terhalang oleh 'dinding' apapun. Kenapa? Karena kita tidak terikat oleh aturan ruang dimensi 2 yang hanya mengenal X dan Y, tapi kita terikat di aturan ruang dimensi 3 yang selain mengenal sumbu X dan Y juga mengenal sumbu Z. Oleh ruang dimensi 2, sumbu Z tidak dikenal, jadi ketika anda sebelumnya menyentuh titik C kemudian menyentuh titik A atau B, maka perpindahannya juga tidak dikenal, tau-tau muncul begitu saja, pergerakannya tidak terdefinisi, karena memang sumbu Z tidak dikenal oleh ruang dimensi 2.

Itulah maksud sang dosen, "Minimal kita lakukan dari dimensi yang lebih tinggi." Pertama tadi kita terbentur 'dinding' garis tepi lingkaran ketika berada di ruang dimensi 2, tapi ketika kita di ruang dimensi 3, dinding itu tidak berarti dan tidak lagi menjadi penghalang bagi kita untuk melihat ataupun menyentuh titik2 yang berada di dalam lingkaran.

Nah sekarang kita kembali lagi ke pertanyaan sang dosen di awal tadi, "Bagaimana menyentuh titik yang berada di dalam bola dengan kita terikat aturan ruang dimensi 3?" Jawabannya adalah, "Minimal kita lakukan di ruang dimensi 4, atau kondisikan kita tidak terikat aturan dimensi ruang manapun." Oke, sampe di sini boleh jadi mulai membingungkan, yaitu "Dimensi 4 atau lebih, bagaimana mungkin? Apakah masuk akal?" Pertama jangan terburu-buru menghakimi dimensi 4 atau lebih tidak mungkin kita manusia menjangkaunya. Ataupun dimensi 4 dan lebih itu hanyalah sesuatu yang abstrak alias hanya teori salah satu cabang matematika saja, yaitu geometri.

Ada hal lain yang menarik sebenarnya dari catatan ini. Yaitu tentang ke-Ilahi-an atau tentang ke-Tuhan-an. Kita sadar dan kita tau bahwa Tuhan yaitu Allah SWT adalah Al-Khaliq atau Yang Maha Pencipta. Kita adalah mahluk atau yang diciptakan, termasuk juga tumbuhan, hewan bahkan ilmu pengetahuan termasuk juga dimensi ruang. Al-Khaliq berbeda dari mahluk, Al-Khaliq tidak terikat oleh mahluk termasuk tidak terikat oleh ciptaan-Nya sendiri yaitu dimensi ruang. Sehingga secara ilmu pengetahuan, adalah benar sebenar-benarnya bahwa Allah SWT Maha Mengetahui, kalo boleh saya menjelaskan sedikit adalah karena Allah SWT tidak terikat oleh aturan dimensi ruang manapun.

Bagaimana dengan waktu? Kita semua tau, Sang Pencipta hanya 1 alias tunggal, artinya apa, hanya 1 yang tidak terikat oleh apapun. Waktu juga adalah ciptaan Allah SWT, karena waktu juga diciptakan oleh Allah SWT. Kenapa? Jika waktu bukan sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT, maka ada waktu < 0 di mana Allah SWT belum ada, apakah mungkin dan masuk akal? Tentu tidak, itu artinya Allah SWT tidak terikat oleh dimensi waktu, dan Allah SWT lah yang menciptakan waktu, yang berjalan dari waktu = 0 sampai waktu = sekarang. Analogi yang sama dengan dimensi ruang, ketika sesuatu itu tidak terikat, maka sesuatu itu bisa melihat dengan sangat jelas. Ya memang benar bahwa Allah SWT tidak terikat oleh dimensi waktu karena waktu adalah ciptaan-Nya juga. Karena itulah Allah SWT dapat melihat dengan sejelas-jelasnya kemarin, hari ini dan esok.

Sampai di sini itu berarti kita telah berhasil menghilangkan gap atau jurang pemisah antara hal yang tidak mungkin dengan hal yang mungkin. Atau makna tidak mungkin dan mungkin dalam semesta mahluk menjadi kabur atau samar, tentu saja kita tidak berbicara di semesta yang lain yaitu semesta Al-Khaliq, karena kita tidak mungkin menjangkau itu. Kenapa menjadi samar? Ambil contoh perbandingan dimensi 2 dan 3 tadi, kita pasti berkata bahwa tidak mungkin titik C bisa melihat titik A dan B dalam perspektif dimensi 2. Tapi bagaimana jika di ruang dimensi 3? Menjadi mungkin bukan? Bahkan hal itu menjadi sangat mudah, termasuk juga kita dapat menyentuh titik A, B dan C tanpa terhalang apapun, juga dapat melihat dengan jelas posisi A, B maupun C. Sehingga mungkin sebelumnya kita akan berkata tidak mungkin kita berjalan menembus dinding atau melihat tembus dinding? Tapi, bagaimana jika kita berada di ruang dimensi 4 atau lebih tinggi lagi? Menjadi mungkin bukan?

Ada yang ingin saya sampaikan dari sini, yaitu dalam keseharian kita, kita sering mendengar orang berkata, "Tidak mungkin kau bisa begitu, karena bla bla bla...", "Tidak mungkin kamu berhasil, bla bla bla..." dan hal-hal yang serupa dengan itu. Yah, tidak mungkin. Sobat-sobat sekalian pernahkah terpikir oleh kita kenapa orang tersebut berkata begitu? Kenapa? Boleh jadi anda punya jawaban sendiri, tapi ini jawaban saya, "Karena orang yang berkata seperti itu terikat oleh aturan/dimensi pemikiran orang-orang yang tidak dapat menjangkau kata sukses atau berhasil di suatu hal." Sehingga keluarlah kata-kata tidak mungkin, ya itu cuma karena terikat/terbelenggu aturan/dimensi orang-orang yang tidak berhasil menjangkau sukses/berhasil. Sehingga yang di ada dalam pikiran hanyalah tidak mungkin, karena tidak mengenal 'sumbu' "Jalan kesuksesan". Oleh karena itu, kunci pembuka sukses dan berhasil melawan ketidak-mungkinan itu cuma satu sebenarnya, yaitu keluar dari belenggu/aturan/dimensi orang-orang yang tidak mengenal 'sumbu' "Jalan kesuksesan", atau minimal kita berada di dimensi pemikiran yang lebih tinggi.

Sobat-sobat sekalian, ada banyak ayat-ayat Allah SWT terbentang di sekitar kita. Dan di Al-Qur'an juga ada beberapa ayat yang membahas fenomena alam kemudian diakhirir dengan kalimat serupa, "... dan di dalamnya terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berpikir. Yah, semua apa yang terbentang di alam ini adalah ayat-ayat Allah juga, tinggal bagaimana kita melihatnya dan mengambil ilmu ataupun hikmahnya sobat.. ^_^

Sobat, sebenarnya semua itu terangkum dalam 1 bidang ilmu, yaitu matematika yang juga menjadi momok bagi sebagian kita (ane tidak termasuk karena ane suka matematika.. :P). Ada yang bilang, bahwa matematika itu hanya untuk orang-orang yang pintar, tapi saya berpikir sebaliknya sobat, dengan matematika itu kita menjadi pintar, alur berpikir dan logika dapat lebih teratur dan efektif. So? Kenapa harus membenci matematika?.. ^_^

Paragraf yang satu ini mungkin akan menjadi paragraf kontroversial. Saya pernah membaca tentang buku-buku matematika dan buku-buku tersebut juga membahas tentang tokoh-tokoh dan para pakar di bidang matematika. Dan di buku itu ada tokoh (saya lupa namanya) yang berkara, "Ilmu pengetahuan itu seperti sebuah istana, yang mana matematika adalah kunci pintu gerbang untuk memasuki istana tersebut." Intinya adalah matematika adalah merupakan ilmu pondasi dan kerangka bagi ilmu-ilmu yang lain. Dan matematika itu bukan sekedar berhitung, karena berhitung itu cuma salah satu cabang matematika, yaitu kalkulus. Menurut saya hal itu tidak berlebihan, saya ambil contoh misal di biologi ada klasifikasi tumbuhan dan hewan, misal hewan mamalia itu memiliki ciri2 menyusui. Bagaimana kita mengklasifikasikan kucing termasuk hewan mamalia? Ya dengan melihat apakah kucing termasuk hewan mamalia? Jika dalam kalimat logika matematika:
"Jika menyusui maka termasuk mamalia."
"Kucing menyusui."
Kesimpulan: "Kucing termasuk hewan mamalia."

Sobat, kalimat-seperti itu ada di dalam materi mata kuliah himpunan dan logika semester 1 jurusan matematika program studi matematika dan itu mata kuliah wajib yang menjadi rantai utama mata kuliah yang lain. Bahkan jika saya tidak salah, sampai semester akhir sekalipun masih ada prasyarat yang berujung ke mata kuliah tersebut. Oleh karena itu saya rasa tidak berlebihan jika matematika menjadi penopang/pondasi bagi ilmu yang lain, termsuk juga informatika, kedokteran, bahkan ilmu sosial sekalipun. Untuk ilmu sosial pernah ada film yang menggambarkan bagaimana psikologi berkaitan erat dengan matematika dan matematika menjelaskan fenomena itu secara ringkas dan padat. Maaf saya lupa detailnya karena sudah sangat lama.

Apa jadinya jika anda menghilangkan sama sekali unsur matematika? Pasti biologi akan mengalami kegagalan total. Dan ini tidak berlebihan, suka atau tidak suka di mana-mana ada matematika. Di dalam biologi, ekonomi, fisika, kimia, medis dsbnya ada matematika. Tapi dalam matematika secara ilmiah tidak ada biologi, fisika, kimia, ekonomi, psikologi dsbnya. Itulah yang namanya penopang, tidak terikat atau tergantung secara ilmiah oleh yang lain layaknya Allah SWT yang menciptakan semua mahluk sehingga Allah tidak terikat atau tergantung dari yang lain.

Bahkan seorang pakar pendidikan (lagi-lagi saya lupa namanya) pernah berkata di sebuah media bahwa, "Salah satu masalah di dunia pendidikan kita (indonesia) ini adalah banyak siswa yang momok atau takut terhadap matematika. Karena matematika membantu penyerapan ilmu-ilmu yang lain. Harus ada penanganan serius akan masalah tersebut, mungkin sistem penyampaiannya perlu dibenahi." Sobat, jangan remehkan matematika.. ^_^

Sekian catatan ini, semoga kita semua dapat mengambil pelajaran di dalamnya dan semua yang benar datangnya hanyalah dari Allah SWT, keliru dan salah hanya dari diri ini yang lemah..

Wassalamu'alaikum warrahmatullah wabarakatuh

No comments:

Post a Comment